Oleh : Munawir
Ketenangan adalah tantangan hidup manusia untuk mencapainya. Ketenangan identik dengan iman, dan Allah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang yang beriman.
Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Fath Ayat 4
هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ فِى قُلُوبِ ٱلْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوٓا۟ إِيمَٰنًا مَّعَ إِيمَٰنِهِمْ ۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi, dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Berada dalam ketaatan kepada Allah membuat hidup tenang. Namun upaya ekstra yang berani tetap harus dilakukan, mengingat perjalanan menuju ke sana sangat terjal, berkelok dan curam. Sebuah perjalanan sulit dan melelahkan pun harus dilakukan dengan susah payah dan sungguh-sungguh.
Keberanian untuk menaklukkan tantangan, rintangan, dan godaan yang datang tiba-tiba dan bertubi-tubi dari segala arah pun harus diwaspadai dengan kesadaran tinggi di setiap saat, agar tetap setia dan konsisten pada jalur ketaatan pada aturan Allah dan sunah Rasulullah.
Dunia seisinya. Gemerlap dunia dan hiruk pikuk kehidupan dengan dominasi kecenderungan hedonis dan materialistik sangat menggoda penghuninya. Perlombaan menumpuk harta, mencari-cari jabatan, dan kejar kesenangan pun tidak terelakkan. Kehidupan dunia yang profan dengan pernak-pernik senda gurau dan permainan harus ditundukkan agar manusia tetap berada dalam fitrah tunduk dan patuh dalam ketaatan kepada Allah SWT.
Manusia. Manusia adalah mahluk sosial (homo socius) yang membutuhkan interaksi dengan sesama manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Itulah mengapa Allah mengajarkan manusia berbicara (Ar-Rahman).
Peribahasa Arab “jika kamu ingin mengetahui tentang seseorang jangan tanyakan pada dirinya, tapi tanyakan tentang sahabatnya. Cermat dalam pergaulan menjadi tantangan untuk dikendalikan agar manusia tidak tersesat dan terjerumus pada hal-hal yang tidak Allah sukai (maghdhub).
Setan. Setan adalah musuh yang nyata. Ia profesional dan punya kewenangan penuh untuk menyesatkan dan merintangi manusia dari ketaatan. Jika daging busuk (dosa) masih dibawa kemana-mana, setan laksana anjing akan senantiasa bersuka cita dan bergerombol mengerubutinya. Sehingga manusia tidak akan mampu berada dalam ketaatan dan hidup tenang.
Nafsu. Sebagaimana pisau, nafsu bermata ganda, yang bisa memberikan manfaat dan mencelakai sekaligus. Sesungguhnya nafsu itu selalu cenderung kepada kejahatan dan kemaksiatan (termasuk mendzolimi diri sendiri). Sedangkan nafs al-mutmainnah adalah jiwa tenang yang Allah rahmati setelah manusia berikhtiar sungguh-sungguh untuk mencapainya dengan pertolongan Sang Maha Kuasa.
Meyakini arkanul iman dan Islam secara sadar dan konsisten merupakan tekad awal untuk tindakan strategis, yakni membaca dan membaca agar tahu jalan lurus dan mendapatkan hidayah Allah SWT. Dengan senantiasa berada dalam ketaatan kepada Allah yang berbasis imu (tauhid, sirr, syariat), maka tantangan, rintangan, dan godaan tersebut dapat ditaklukkan dengan keberanian nyata yang berserah diri kepada Allah Azza Wajalla.***