Sebuah sikap yang jika di meja makan, kita tidak membedakan apakah kita duduk dengan seorang wali, ulama, kafir, atau orang yang beda agama. Itu pula contoh hikmah, atau yang sering disebut kebijaksanaan atau kearifan.
Syahdan. Nabi Ibrahim a.s. diundang makan oleh seorang Majusi. Dia bersedia asal si penyembah api itu mengikuti agamanya. Lalu Allah berfirman, “Lima puluh tahun Kami memberinya makan sekalipun dia kafir. Apa salahnya engkau menerima sekadar hidangan dari dia tanpa menuntutnya menukar kepercayaan?
Ibrahim pun segera bergegas menyusul dan minta maaf. Ketika ditanya mengapa, dia menceritakan kembali pengalamannya.
Itulah futuwwah, sikap peduli, dan tidak menganggap diri lebih tinggi dari yang lain. Sikap yang jika di meja makan, kita tidak membedakan apakah kita duduk dengan seorang wali, ulama, kafir, atau orang yang beda agama. Itu pula contoh hikmah, atau yang sering disebut kebijaksanaan atau kearifan.
Boleh kita tambahkan kisah seorang haji yang bermalam di Madinah. Ia kehilangan kantung uangnya. Lalu, dia memergoki seseorang di luar pondokannya.
“Kamu yang mencuri kantungku?”
“Apa isinya?” laki-laki itu balik bertanya.
“Seribu dinar.”
Si tertuduh kemudian membawa Pak Haji ke rumahnya. Orang itu lalu memberi penuduhnya sebanyak yang disebutkan tadi. Kembali ke penginapan, Pak Haji ternyata menemukan kantung yang dikiranya hilang itu. Isinya utuh. Pak Haji yang bukan main malu, menemui laki-laki tadi. Minta maaf dan mengembalikan uangnya.
“Aku tidak pernah meminta kembali barang yang sudah aku berikan,” kata orang yang sudah dituduh.
“Siapa lelaki itu?” tanya Pak Haji kepada seseorang di dekat tempat itu.
“Ja’far Ash-Shadiq.”
Ja’far, suatu ketika, pernah ditanya seseorang tentang arti futuwwah.
“Kalau menurut kamu apa?” jawabnya.
“Ketika diberi sesuatu, kita bersyukur. Kalau tidak, ya bersabar,” kata si penanya.
“Anjing-anjing kita di Madinah juga begitu,” kata Ja’far Ash-Shadiq.
“Kalau begitu, bagaimana pendapat Anda?”
“Jika kita mendapat sesuatu, berikan kepada orang lain. Jika tidak, kita bersyukur.”
Rasulullah Saw bersabda, “Allah akan memperhatikan kebutuhan hamba-Nya selama si hamba memperhatikan kebutuhan temannya.” (H.R. Ath-Thabrani).