“Ya Rasulullah, apakah tidak sebaiknya Anda berdoa dan meminta pertolongan buat kita?” Demikian suatu ketika memohon kepada Nabi. Rupanya dia sudah tidak tahan menanggung cobaan yang diderita umat Muslim. Apa jawab Rasulullah?
Pertolongan Allah itu sangat dekat. Sungguh tidak diragukan. Tetapi Dia sendiri yang menjanjikan dan menentukan saatnya. Dia tidak akan menyegerakan bantuan-Nya hanya karena ketergesaan hamba.
Dikisahkan, Umar bin Abdul Aziz, khalifah yang masyhur dalam penegakan hukum dan keadilan itu, mendapat kritik tajam dari Abdul Malik. Tak lain putranya sendiri. Pasalnya, dia punya ayah tidak segera membabat habis sisa-sisa penyimpangan dan kezaliman yang diwariskan pendahulunya. Ya, para penguasa dinasti Umayyah.
“Mengapa Bapak tidak segera bertindak?” kata Abdul Malik, penuh semangat. “Demi Allah, aku tidak peduli betapa besar kekuasaan takdir akan menenggelamkan kita dalam kebenaran.”
“Anakku. Jangan tergesa-gesa,” jawab Umar, yang di Barat disebut Umar II, karena kepemimpinannya mirip dengan Khalifah Umar ibn Khaththab, embahnya buyutnya itu. “Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela minuman keras sampai dua kali. Baru pada ketiga kalinya Dia mengharamkannya. Aku khawatir, jika dipaksakan kebenaran kepada manusia sekaligus, mereka justru akan meninggalkannya dan sekaligus meninggalkan fitnah, kekacauan.”
Boleh dikatakan, sebagai khalifah, Umar ibn Abdil Aziz punya kekuasaan penuh untuk mengikis setiap perbuatan mungkar yang terjadi saat itu. Tetapi dia memilih jalan yang terencana dan terukur. Bukan sebuah gebrakan. Dan dia memulai dari diri dan keluarganya, antara lain dengan menempuh jalan hidup sederhana, dan mengembalikan harta kekayaan keluarga kepada negara, yang didapat dari cara yang tidak semestinya. Ia juga menolak hadiah-hadiah, yang dianggapnya sebagai upaya penyuapan. Pernah seorang pejabat memprotesnya ketika dia menolak hadiah, yang di zaman kita sekarang disebut gratifikasi itu. “Nabi saja menerima hadiah, kok Anda malah menolak. “Bagi Nabi, itu memang hadiah. Tapi bagi saya, pemberian itu adalah sogokan,” jawab Umar.
Kembali ke soal pertolongan Tuhan. Nabi sendiri selalu mengingatkan para sahabat untuk tidak selalu mengharapkan pertolongan Allah sebelum waktunya.
“Ya Rasulullah, apakah tidak sebaiknya Anda berdoa dan meminta pertolongan buat kita?” Demikian suatu ketika Habbab ibn Arat. Rupanya dia sudah tidak tahan menanggung cobaan yang diderita kaum muslimin.
Tapi Rasulullah memerah wajahnya. Beliau duduk, dan berkata: Orang-orang sebelum kamu, dahulu, telah disiksa, digaruk dengan sisir besi, ada pula yang digergaji hingga belah dua. Tetapi siksaan yang kejam itu tidak membuat mereka berpaling dari agama mereka. Demi Allah, akan dimenangkan-Nya agama ini, sehingga seorang penunggang kuda yang pergi dari Shan’a ke Hadramaut dalam keadaan tidak takut selain kepada Allah atau serigala yang dikhawatirkan akan menerkam kambingnya. Tapi kamu selalu tergesa-gesa.”
Pertolongan Allah memang dekat. Dan Dia sendiri yang menentukan saatnya. Mengapa kita mesti menggesa?