Dalam tulisan terdahulu berjudul “Syarat Jadi Guru Menurut Pakar Pendidikan Islam” telah dikemukakan berbagai pandangan ulama dan ahli pendidikan Islam tentang berbagai syarat yang mesti dipenuhi seseorang yang menjadi guru. Misalnya, (1) takwa kepada Allah. Memberi teladan; (2) berilmu. Ijazah bukan smata secarik kertas tapi bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan; (3) sehat jasmani; (4) berkelakuan baik: mencintai jabatannya seagai guru; bersikap adil terhadap murid; berlaku sabar dan tenang; berwibawa; guru harus gembira; bersifat manusiawi; bekerja sama dengan guru-guru lain; bekerja sama dengan masyarakat.
Dalam artikel ini penulis akan membahas tugas guru dalam pandangan Islam. Seperti sudah dijelaskan bahwa tugas guru adalah ialah mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain.
Tugas pertama dan terpenting seorang guru adalah sebagai pengajar (mu’allim). Hal ini ditegaskan dalam surat Ar-Rahman ayat 2 – 4: “Yang telah mengajarkan Al Quran. Dia menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara.
”Kata al-bayan berasal dari kata bana yabinu bayanan yang berarti nyata, terang dan jelas. Dengan al-bayan dapat terungkap apa yang belum jelas. Pengajaran al-bayan oleh Allah tidak hanya terbatas pada ucapan, tetapi mencakup segala bentuk ekspresi, termasuk seni. Al-bayan juga bisa berarti potensi berpikir, yakni mengetahui persoalan kulli dan juz’I, menilai yang tampak dan yang ghaib serta menganalogikannya dengan yang tampak. Kadang-kadang al-bayan berarti tanda-tanda, bisa juga berarti perhitungan atau ramalan. Itu semua disertai potensi untuk menguraikan sesuatu yang tersembunyi dalam benak serta menjelaskan dan mengajarkannya kepada pihak lain. Sekali dengan kata-kata, kemudian dengan perbuatan, dengan ucapan, tulisan, isyarat dan lain-lain.
Tugas kedua guru adalah sebagai pembimbing atau penyuluh. Hal ini digambarkan dalam firman Allah surat An-nahl ayat 43: “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.
”Ayat tersebut mengandung makna bahwa tugas seorang guru adalah guru sebagai penyuluh yang selalu memberikan peringatan dan pembimbing bagi semuanya demi mendakwahkan amar makruf nahi munkar. Kemudian dilanjutkan dengan ayat 44 yang terjemahannya sebagai berikut: “Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Ayat di atas mengisyaratkan dan menegaskan lagi akan tugas seorang guru (pendidik) agar senantiasa tidak henti-hentinya untuk mengamalkan segala ilmu yang telah didapatkannya serta mentransfer segala pengetahuan yang ada kepada semua peserta didik khususnya, dan umumnya kepada seluruh umat elemen masyarakat.
Tugas ketiga seorang guru adalah sebagai penjaga. Firman Allah SWT dalam surat At-Tahrim ayat 6: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
Ayat di atas menjelaskan untuk memelihara diri sendiri dan keluarga dari api neraka. Ayat ini dimaksudkan bagi pendidik atau seorang guru haruslah bisa menata diri sebagai bentuk dari contoh kepribadiannya yang baik, dan nantinya akan ditularkan kepada keluarga dan masyarakat luas. Oleh karena itu, seorang guru harus bisa melindungi dan mengarahkan dirinya, keluarga, serta orang lain agar nanti bisa selamat dunia akhirat dan bebas dari siksa neraka.
Tugas keempat adalah guru sebagai pendidik dan penanggung jawab moral anak didiknya. Pendidik diharuskan untuk memiliki kepribadian yang baik, agar anak didiknya akan mencontoh sifatnya dan tugas ini juga sangat sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (tingkah laku).”
Tingkah laku juga menjadi cerminan atau tolak ukur bagi manusia. Karena manusia yang sempurna adalah manusia yang taat kepada Allah dalam beribadah (hablum minallah) dan juga bisa berbuat baik kepada sesama makhluk ciptaan Allah yang ada di sekitarnya. Sehingga pembentukan akhlak yang baik harus diprioritaskan, untuk membangun dan menjadikan manusia yang sempurna (insan kamil).
Tugas guru kelima adalah sebagai penuntun dan pemberi pengarahan. Hal itu, dikisahkan oleh Allah dalam firmannya Surat Al-Kahfi ayat 66-70: “Musa berkata kepada Khidhr: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu? Dia menjawab: Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama aku. dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” Musa berkata: Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusanpun. Dia berkata: Jika kamu mengikutiku, Maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apapun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu”.
Ucapan hamba Allah tersebut memberi isyarat bahwa seorang pendidik hendaknya menuntun anaknya menuntun anak didiknya dan memberi tahu kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dalam menuntut ilmu, bahkan mengarahkannya untuk tidak mempelajari sesuatu jika sang pendidik mengetahui bahwa potensi anak didiknya tidak sesuai dengan bidang ilmu yang akan dipelajarinya.
Demikianlah, next kita lanjut dengan kinerja guru.
pembelajar, peminat pendidikan, lulusan Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta; pernah menjadi guru dan kepala SMPT Sindangkarya, Anyar; kini pengurus YPAI.