Jika kita memikirkan alam ini dan merenungkannya, kita akan menemukannya seperti sebentuk bangunan rumah, yang di dalamnya disediakan segala yang kita butuhkan.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta penggantian siang dan malam, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang berzikir kepada Allah ketika berdiri, duduk dan berbaring, dan bertafakur tentang penciptaan langit dan bumi. Tuhan kami, tidaklah Engkau jadikan (semua) ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami ari azab neraka.” (Q. 3:191).
Meski aktivitas berpikir, yang merupakan ciri berakal, diletakkan setelah kegiatan berzikir, logisnya itu bukan bahwa terlebih dulu orang melakukan zikir baru kemudian tafakur. Yang logis justru sebaliknya. Sebab bukankah kita baru bisa mengingat Allah setelah memikirkan segala ciptaan-Nya? Tentu kemampuan pikir setiap insan berbeda. Ada di antara kita yang dikarunii daya pikir hebat, seperti ilmuwan, kaum cerdik pandai, filosof; dan ada pula yang sedang-sedang saja seperti orang kebanyakan, dan bahkan yang di bawah rata-rata. Betapapun, baik besar maupun kecil kemampuan berpikir kita, insyaallah) kita akan sampai pada kesimpulan alangkah sangat terbatasnya kita di hadapan Sang Maha Pencipta – Allah SWT. Dan itu berrti zikir, alias mengingat Allah.
Seseorang bertanya kepada Syekh Abu Ali Ad-Daqqaq.
“Manakah yang lebih utama, zikir atau tafakur?”
“Kamu sendiri lebih berkenan yang mana?” Abu Ali balik bertanya.
“Menurutku zikir lebih utama. Sebab Allah menyifati dirinya dengan Dzikr,” jawab Abu Abdirrahman. Orang tadi. Abu Ali, tampak setuju dengan pendapat itu.
Memang ada firman Tuhan tentang itu: Zikirlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat kepadamu.” (Q. 2: 152). Tapi boleh kita tambahkan di sini, zikir menjadi lebih utama bila kita melakukannya setelah tafakur. Dan dari kegiatan merenungi ciptaan Allah itu, kita akan memetik banyak hikmah, seperti diungkapkan Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Hikmah fi Mahkluqatillah ‘Azza wa Jalla. Kata dia, jika kita memikirkan alam ini dan merenungkannya, kita akan menemukannya seperti sebentuk bangunan rumah, yang di dalamnya disediakan segala yang kita butuhkan. “Langit ditinggikan sebagai atap, bumi digelar sebagai alas, bintang-bintang terpasang sebagai lampu, mutiara-mutiara tersimpan sebagaimana layaknya benda-benda simpanan. Semuanya itu disediakan dan disiapkan sesuai dengan kedudukan dan fungsinya.”
Zikir memang menjadi tidak lengkap jika tanpa tafakur.