Lima macam manusia termulia: ulama yang zuhud, faqih yang sufi, orang kaya yang rendah hati, fakir yang bersyukur, dan bangsawan yang mengikuti sunah.
Dari Ibn Mas’ud. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk surga barangsiapa yang dalam hatinya terdapat kesombongan walau sekecil biji sawi, dan tidak akan masuk neraka barang siapa yang dalam hatinya terdapat iman walaupun sekecil biji sawi.” Seseorang bertanya, ‘Ya Rasulullah, bagaimana jika seseorang suka berpakaian bagus?’ Beliau menjawab, ‘Allah SWT Maha Indah dan menyukai keindahan; sombong adalah berpaling dari Al-Haq dan mencemooh manusia’,” (H.R. Muslim)
Yang ini cerita tentang Umar ibn Abdil Aziz, yang sering disebut Umar II (buyutnya Khalifah Umar ibn Al-Khattab) Suatu malam, ketika sedang menulis, ia kedatangan tamu. Padahal lampunya hampir padam: minyaknya nyaris habis.
“Biarlah saya yang membesarkan nyalanya,” tamu itu menawarkan diri.
“Jangan tidak sopan menjadikan tamu sebagai pelayan,” kata Umar.
“Kalau begitu saya panggil pelayan.”
“Tidak usah, dia baru saja tidur.” Ia pergi untuk mengisi lampu itu.
“Amirul Mukminin, Anda lakukan sendiri?”
“Saudara,” jawabnya,” aku melangkah dari sini sebagai Umar, dan kembali lagi sebentar nanti masih sebagai Umar.”
Menurut Sufyan Ats-Tsaury, ada lima macam manusia termulia di dunia, yaitu ulama yang zuhud (asketis), seorang faqih (ahli fikih) yang sufi, seorang kaya yang rendah hati, seorang fakir yang bersyukur, dan seorang bangsawan yang mengikuti Sunah.
Kata Yahya ibn Muadz, rendah hati merupakan sifat yang sangat baik bagi setiap orang, tapi ia paling baik bagi seorang yang kaya. Sedangkan kesombongan, katanya, adalah sifat menjijikkan bagi setiap orang, tetapi ia paling menjijikkan jika terdapat pada orang yang miskin. Ini klop dengan ungkapan, sudah miskin sombong pulak.
Sedangkan menurut Abdullah Ar-Razy, seorang yang tawadhu’ atau rendah hati berarti dia tidak membeda-bedakan dalam memberi pelayanan. Ya. Apalagi bagi seseorang yang tugasnya memang melayani, seperti polisi, pejabat publik dan aparat birokrasi. Dan tentu saja pemimpin, sebagaimana ditunjukkan baik oleh Umar ibn Khattab maupun Umar ibn Abdil Aziz alias Umar II.