Skip to content
AL-IHSAN ANYER

AL-IHSAN ANYER

Media Dakwah, Pendidikan & Pengetahuan Keislaman

  • PENDIDIKAN
  • SIRAH
  • KAJIAN ISLAM
  • ILMU DAN TEKNOLOGI
  • TENTANG KAMI
  • PONPES AL-IHSAN

Breaking News

ENGKAU TELAH DIPANGGIL SEJAK BERABAD-ABAD

Tragedi dan Legacy Khalifah Umar ibn Khaththab

Mengapa Nabi Sangat Menyukai Puasa 10 Terakhir

Mata Lebih Besar dari Perut?

Tak Peduli Anda Beriman atau Kafir

Bulir Padi Pun Menunduk

Jangan Sampai Kita Hanya Dapat Lapar dan Haus

KEBAIKAN

5 TAHAP SENI BERTAHAN DALAM HIDUP

Dirahmati Allah Orang yang Berlapang Dada

  • Home
  • 2022
  • April
  • 7
  • Menjadikan Zakat sebagai Akhlak Sosial
  • HIKMAH JUMAT

Menjadikan Zakat sebagai Akhlak Sosial

On April 7, 2022April 7, 2022
H. A. SURYANA SUDRAJAT

Ruh zakat,  yang sejatinya merupakan sarana pendidikan dari Tuhan kepada manusia untuk membangun solidaritas dan menegakkan keadilan sosial, hanyamengekspresikan kesalehan individual dalam bentuk karitas. Mengapa ibadah sosial itu tidak bertransformasi menjadi akhlak sosial?

Salah satu kewajiban yang mesti ditunaikan kaum Muslim selama Ramadan adalah mengeluarkan zakat fitrah. Waktu penunaiannya bisa dilakukan pada awal puasa sampai menjelang salat Idul Fitri. Zakat fitrah merupakan bagian penting dari upaya untuk mencapai kemenangan, yakni kembali kepada keadaan yang suci (fithrah). Zakat sendiri mengandung makna kesucian atau kebersihan.

Memberikan zakat kepada mereka yang berhak (mustahiq) merupakan refleksi dari rasa syukur karena Tuhan telah memberikan berbagai kemurahan kepada hamba-hamba-Nya. Ia juga merefleksikan sebuah kesadaran, bahwa apa yang dimiliki hakikatnya merupakan pemberian Allah. Namun demikian, harta yang dikeluarkan itu bukan merupakan persembahan untuk Tuhan, melainkan untuk dinikmati kerabat dekat, anggota masyarakat lainnya, atau bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan umum.  Buah dari kebajikan itu akan dikembalikan lagi oleh Tuhan kepada manusia. Begitu seterusnya. Dengan demikian, zakat (juga infak dan sedekah) bisa dipandang sebagai cara sang Khalik untuk membangkitkan kedermawanan dan kebajikan pada makhluk-Nya. Selain simbol kedermawanan, atau kesalehan individual, zakat juga melambangkan akan betapa pentingnya membangun solidaritas dan menegakkan keadilan sosial.

Masifnya gerakan zakat infak dan sedekah belakangan ini, selain menandakan betapa banyak  orang yang menemukan kebahagiaan melalui ibadah, tetapi juga mengindikasikan kesalehan sosial kaum Muslim. Tetapi, agaknya  ibadah yang berdimensi sosial itu cenderung  dihayati dan dilaksanakan sebagai ritus, lebih berorientasi kepada tazkiyah an-nafs, penyucian diri. Ruh zakat,  yang sejatinya merupakan sarana pendidikan dari Tuhan kepada manusia untuk membangun solidaritas dan menegakkan keadilan sosial, hanya sekadar mengekspresikan kesalehan individual dalam bentuk karitas. Mengapa ibadah sosial itu tidak bertransformasi menjadi akhlak sosial?

Syahdan, salah satu penyebab macetnya transformasi itu terkait dengan faktor budaya.  Yakni budaya yang bersandar pada nilai-nilai materialisme, egoisme dan persaingan, yang  menguasai hajat hidup kita sekarang. Arief Budiman pernah menyebutnya sebagai budaya MEP (materialisme,egoisme,dan persaingan). Kekayaan, misalnya, dianggap sebagai ukuran martabat. Orang selalu mempersoalkan what do you have, bukan what are you. Anda bisa seorang yang jujur, yang pandai, tapi orang selalu mengatakan: ya, tapi kok miskin? Tak berarti  kejujuran tidak penting. Tapi kaya sekaligus jujur lebih baik. Kalau jujur tapi miskin, sepertinya percuma. Nilai kedua, egoisme, mengedepankan diri sendiri sebagai yang paling utama. Solidaritas tentu boleh, tapi saya yang lebih dulu.

Adapun yang ketiga mengutamakan prinsip “ yang kuat yang menang”, jika perlu dengan memperlemah orang lain. Kita selalu ingin meningkatkan daya saing, tapi hanya supaya bertambah kaya. Bersaing dalam kejujuran dianggap tidak berguna lantaran hanya sedikit menambah profit. Persaingan bukan hal buruk, tentu.

Ungkapan Alquran  yang populer: fastabiqul khairat, bersaingalah dalam hal-hal baik. Lagi pula, tanpa kompetisi, mana mungkin hidup kita bergairah? Hanya, seperti diingatkan Arief Budiman, kalau persaingan itu berkombinasi materialisme dan egoisme, ia bisa menjadi sangat destruktif: menciptakan masyarakat berkelas dan menindas.


Berbagai khutbah, penataran, pidato-pidato, untuk menangkal segi-segi negatif budaya MEP masih berlangsung. Hasilnya seakan muspra, kalau bukan malah menciptakan hipokrisi.  Sebab hanya dalam pelbagai seremoni itulah nilai-nilai nonmaterial  seperti pengorbanan pribadi,  solidaritas sosial dan keadilan  muncul. Bukan di lapangan. Juga revolusi mental itu, agaknya.

Aspek-aspek runyam dari budaya MEP,   memang tidak bisa dikikis habis, tapi bisa dikurangi melalui proses demokratisasi, yang sayangnya sampai sekarang baru sampai tahap prosedur pemilihan umum, dan penegakan hukum.  Bahkan, Abdurrahman Wahid pernah mengusulkan agar “pemelukan” ide-ide seperti hak asasi, keadilan, demokrasi, dimasukkan ke dalam faktor keberagamaan. Dengan begitu, meningkatnya gairah keberagamaan, seperti massifnya gerakan zakat, sedekah dan infak,   akan diikuti oleh tegaknya akhlak sosial. Wallahu a’lam.

H. A. SURYANA SUDRAJAT

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Anyer, Serang, Banten.

Post Views: 645
In HIKMAH JUMAT

Post navigation

Doa Orang yang Berpuasa, dan Latihan Melawan Hawa Nafsu
Puasa dan Perilaku Orang Bertaubat

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Menjadi Mukmin yang Kuat dengan Imunisasi

On July 2, 2021July 2, 2021

ENGKAU TELAH DIPANGGIL SEJAK BERABAD-ABAD

On May 11, 2025May 11, 2025

Tragedi dan Legacy Khalifah Umar ibn Khaththab

On March 21, 2025March 21, 2025

Mengapa Nabi Sangat Menyukai Puasa 10 Terakhir

On March 21, 2025March 21, 2025

Mata Lebih Besar dari Perut?

On March 17, 2025March 17, 2025

Archives

  • May 2025
  • March 2025
  • February 2025
  • January 2025
  • December 2024
  • November 2024
  • October 2024
  • September 2024
  • August 2024
  • July 2024
  • June 2024
  • May 2024
  • April 2024
  • March 2024
  • February 2024
  • December 2023
  • September 2023
  • August 2023
  • July 2023
  • June 2023
  • May 2023
  • April 2023
  • March 2023
  • February 2023
  • December 2022
  • October 2022
  • September 2022
  • August 2022
  • June 2022
  • May 2022
  • April 2022
  • March 2022
  • January 2022
  • December 2021
  • November 2021
  • October 2021
  • September 2021
  • August 2021
  • July 2021
  • June 2021
  • May 2021
  • January 2021

Categories

  • HIKMAH JUMAT
  • ILMU DAN TEKNOLOGI
  • KAJIAN ISLAM
  • PENDIDIKAN
  • PONPES AL-IHSAN
  • PROMO
  • SIRAH
  • Uncategorized

Meta

  • Log in
  • Entries feed
  • Comments feed
  • WordPress.org

You May Like

  • HIKMAH JUMAT
H. A. SURYANA SUDRAJAT
On April 7, 2022April 7, 2022

Indahnya Beribadah di Malam Hari

  • HIKMAH JUMAT
H. A. SURYANA SUDRAJAT
On April 7, 2022April 7, 2022

Belajarlah pada Rayap!

  • HIKMAH JUMAT
H. A. SURYANA SUDRAJAT
On April 7, 2022April 7, 2022

Belajar dari Perilaku Jujur Syekh Abdul Qadir Jaelani

  • HIKMAH JUMAT
H. A. SURYANA SUDRAJAT
On April 7, 2022April 7, 2022

Kalau Kita Ingin Diingat Allah

  • HIKMAH JUMAT
H. A. SURYANA SUDRAJAT
On April 7, 2022April 7, 2022

Memenuhi Orang yang Membutuhkan

  • HIKMAH JUMAT
H. A. SURYANA SUDRAJAT
On April 7, 2022April 7, 2022

Menghidupkan Hati dengan Zikir

28/04/2021- Foto-foto Kegiatan Serah Terima Bantuan dari Samora Group kepada Ponpok Pesantren Al-Ihsan Anyar

https://www.youtube.com/watch?v=CgscUD4N-RU

Video Pendek Moderasi Beragama/Toleransi (Judul: "Akur")
Hak Cipta @ alihsananyer.com 2021