Sejak kasus pertama Covid-19 diumumkan pada awal Maret 2020, pemerintah baik pusat maupun daerah telah melakukan berbagai upaya mitigatif dan penanganan seoptimal mungkin untuk mencegah agar virus yang mematikan ini tidak menyebar luas dan membawa banyak korban jiwa. Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah mulai dari penerapan jaga jarak (physical distancing), pembatasan sosial berskala besar (PSBB), pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM di berbagai daerah yang terpetakan sebagai episentrum penyebaran sampai vaksinasi. Namun demikian, belum bisa diprediksi kapan pandemi ini akan berakhir, sementara angka yang terinfeksi virus dan atau yang meninggal akibat Covid-19 ini meskipun sudah mulai menurun, dikhawatirkan bakal melonjak dengan munculnya pandemi gelombang ketiga. Memang vaksin Covid-19 telah ditemukan, dan upaya vaksinasi pun telah pula gencar dilakukan. Dengan demikian, sampai akhir tahun 2021 seluruh masyarakat di dunia, tidak terkecuali Indonesia, harus membiasakan diri untuk hidup berdampingan dan berdamai dengan Covid -19, dengan menaati dan menjalankan protokol kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu sebelum pandemi ini dipastikan lenyap, warga masyarakat dituntut untuk melakukan adaptasi kebisaan baru (new normal).
Hampir dipastikan, tidak ada satu aspek kehidupan pun yang bebas dari pengaruh pandemi Covid-19. Semua berubah secara drastis, termasuk dunia pendidikan. Pembelajaran tidak lagi dilangsungkan secara tatap muka di kelas, tetapi di rumah secara daring (online). Namun demikian, pembelajaran secara daring pun ternyata tidak mudah. Di samping disiplin pribadi untuk belajar secara mandiri, ada fasilitas dan sumber daya yang mesti disediakan. Sudah banyak terdengar keluhan dari orangtua murid dan juga tenaga pendidik yang kesulitan, baik dalam menyediakan perangkat belajar seperti ponsel dan laptop maupun pulsa untuk koneksi internet. Sekarang, memang tengah dibuka kembali kegiatan belajar-mengajar secara tatap, meskipun sifatnya terbatas, dan dilakukan secara bergiliran.
Sementara itu, dari aspek kurikulum juga dilakukan pemadatan materi pembelajaran. Tidak semua materi di buku pelajaran diajarkan kepada siswa, melainkan hanya yang dianggap pokok saja. Selain pemadatan materi, yang lebih penting sebenarnya adalah bagaimana menyajikan materi-materi yang sesuai dengan koteks persoalan yang dihadapi masyarakat di mana peserta didik menjadi bagian di dalamnya. Persoalan genting yang dihadapi masyarakat sekarang tentu saja pandemi Covid-19, yang telah memberi dampak terhadap seluruh kehidupan masyarakat.
Pertanyaannya, bagaimana guru Pendidikan Agama Islam di SMP menghadapi tantangan tersebut?
Paling tidak ada dua aspek yang menjadi tantangan guru PAI di masa pandemi Covid-19 ini. Pertama terkait dengan metode pembelajaran yang tidak sepenuhnya bisa dilakukan secara tatap muka. Kedua adalah aspek yang terkait dengan kurikulum, agar materi-materi yang tercakup dalam mata pelajaran PAI juga memuat hak-hal yang memungkinkan untuk dikembangkan sedemikian rupa, guna membangun kesadaran peserta didik dalam menghadapi pandemi. Untuk itu tentu saja diperlukan model pembelajaran yang inovatif.
Sesungguhnya, ada atau tidak ada pandemi, guru dituntut untuk menerapkan pembelajaran yang inovatif, karena tantangan yang dihadapi di dalam maupun di luar kelas selalu muncul dari waktu ke waktu. Hanya saja, dengan terjadinya pandemi seperti sekarang tuntutan akan pembelajaran yang inovatif itu semakin terasa mendesak. Termasuk dalam Pendidikan Agama Islam (PAI) yang metode pembelajarannya lebih mengarah kepada pendekatan kognitif. Yakni dengan hanya mewajibkan peserta didik untuk mengetahui dan menghafal (memorization) konsep dan kebenaran, tanpa menyentuh perasaan, emosi, dan nuraninya. Selain itu tidak dilakukan praktik perilaku dan penerapan nilai kebaikan dan akhlak mulia dalam kehidupan di sekolah. Ini merupakan kesalahan metodologis yang mendasar dalam pengajaran moral bagi manusia. Karena itu tidak aneh jika banyak sekali dijumpai inkonsistensi antara apa yang diajarkan di sekolah dan apa yang diterapkan anak di luar sekolah. Padahal pendidikan agama (Islam bisa dijadikan pintu masuk (entry point) untuk membangun menjadikan anak didik cerdas secara spiritual.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “inovasi” mengandung dua pengertian: 1) pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru; 2) penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya, baik gagasan, metode atau alat.
Menurut Sanjaya (20016) inovasi merupakan perubahan sistem dari yang kurang baik ke arah yang lebih baik. Sedangkan pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Implikasinya bahwa pembelajaran sebagai suatu proses yang harus dirancang, dikembangkan dan dikelola secara kreatif, dinamis, dengan menerapkan pendekatan multi untuk menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang kondusif bagi peserta didik.
Pembelajaran merupakan kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem pembelajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi, slide, dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya. (Oemar Hamalik; 2007:57).
Dari paparan mengenai pengertian “inovasi” dan “pembelajaran” di atas, inovasi pembelajaran dapat diartikan sebagai proses belajar pada siswa yang dirancang, dikembangkan dan dikelola secara kreatif, dinamis, dengan menerapkan pendekatan multi ke arah yang lebih baik, untuk menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang kondusif bagi peserta didik.
Seperti dikemukakan Abdul Rahman Tibahary dan Muliana (2018) terdapat tiga model atau kerangka konsep pembelajaran inovatif, yaitu pembelajaran kuantum, pembelajaran kooperatif, dan pembelajaran kontekstual. Sedangkan Jumadi (2003) memasukkan pembelajaran kooperatif merupakan bagian dari pembelajaran kontekstual. Pembelajaran kuantum dikembangkan oleh Bobby Deporter (1992) yang beranggapan bahwa metode belajar ini sesuai dengan cara kerja otak manusia dan cara belajar manusia pada umumnya. Pembelajaran kuantum merupakan salah satu pembaharuan pembelajaran, menyajikan petunjuk praktis dan spesifik untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif, bagaimana merancang pembelajaran, menyampaikan bahan pembelajaran dan bagaimana menyederhanakan proses belajar sehingga memudahkan belajar siswa. Konsep utama pembelajaran kuantum percepatan belajar melalui usaha sengaja untuk mengikis hambatan-hambatan belajar tradisional, dan fasilitas belajar yang berarti mempermudah belajar.
Adapun pembelajaran kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata. Dengan demikian, pembelajaran ini akan mendorong peserta didik untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Pada masa pandemi Covid-19, metode pembelajaran inovatif untuk mata pelajaran PAI adalah metode pembelajaran kontekstual. Seperti telah disinggung, materi-materi yang tercakup dalam mata pelajaran ini sangat memungkinkan untuk dikembangkan sedemikian rupa untuk membangun kesadaran peserta didik dalam menghadapi pandemi dan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pertanyaannya, materi-materi pembelajaran PAI seperti apa yang perlu diajarkan kepada peserta didik, dengan menggunakan metode pembelajaran kontekstual?
Kata “kontekstual”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1989: 458) berasal dari “konteks”, mengandung dua arti: (1) bagian sesuatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; (2) situasi yang ada hubungan dengan suatu kejadian. Merujuk kepada pengertian “pembelajaran” sebagaimana dikemukakan di atas, pembelajaran kontekstual dapat diartikan sebagai konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, (Abdul Kadir, 2013: 25)
Menurut Elaine B. Johnson (dalam Kunandar, 2007: 295) pembelajaran kontekstual merupakan proses pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya. Dalam pembelajaran kontekstual materi pembelajaran selalu dikaitkan dengan konteks dunia nyata yang dihadapi peserta didik sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan dunia kerja, sehingga mereka mampu membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
pembelajar, peminat pendidikan, lulusan Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta; pernah menjadi guru dan kepala SMPT Sindangkarya, Anyar; kini pengurus YPAI.